BAB I
Perkembangan masalah gizi di Indonesia dapat dikelompokkan
menjadi 3, yaitu: Masalah gizi yang secara public health sudah terkendali;
Masalah yang belum dapat diselesaikan (un-finished); dan Masalah gizi yang
sudah meningkat dan mengancam kesehatan masyarakat (emerging). Masalah gizi
lain yang juga mulai teridentifikasi dan perlu diperhatikan adalah defisiensi
vitamin D.
Masalah gizi yang sudah dapat dikendalikan meliputi kekurangan
Vitamin A pada anak Balita, Gangguan Akibat Kurang Iodium dan Anemia Gizi pada
anak 2-5 tahun. Penanggulangan masalah Kurang Vitamin A (KVA)
pada anak Balita sudah dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1970-an,
melalui distribusi kapsul vitamin A setiap 6 bulan, dan peningkatan promosi konsumsi
makanan sumber vitamin A. Dua survei terakhir tahun 2007 dan 2011 menunjukkan,
secara nasional proporsi anak dengan serum retinol kurang dari 20 ug sudah di
bawah batas masalah kesehatan masyarakat, artinya masalah kurang vitamin A
secara nasional tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Penanggulangan GAKI dilakukan sejak tahun 1994 dengan
mewajibkan semua garam yang beredar harus mengandung iodium sekurangnya 30 ppm.
Data status Iodium pada anak sekolah sebagai indikator gangguan akibat kurang
Iodium selama 10 tahun terakhir menunjukkan hasil yang konsisten. Median
Ekskresi Iodium dalam Urin (EIU) dari tiga survai terakhir berkisar antara
200-230 g/L, dan proporsi anak dengan EIU <100 g/L di bawah 20%. Secara
nasional masalah gangguan akibat kekurangan Iodium tidak lagi menjadi masalah
kesehatan masyarakat.
Masalah gizi ketiga yang sudah bisa dikendalikan adalah
anemia gizi pada anak 2-5 tahun. Prevalensi anemia pada anak mengalami
penurunan, yakni 51,5% (1995) menjadi 25,0% (2006) dan 17,6% (2011).
Masalah gizi yang belum selesai adalah masalah gizi kurang
dan pendek (stunting). Pada tahun 2010 prevalensi anak stunting 35.6 %, artinya
1 diantara tiga anak kita kemungkinan besar pendek. Sementara prevalensi gizi
kurang telah turun dari 31% (1989), menjadi 17.9% (2010). Dengan capaian ini
target MDGs sasaran 1 yaitu menurunnya prevalensi gizi kurang menjadi 15.5%
pada tahun 2015 diperkirakan dapat dicapai.
Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa 35,6% anak
Indonesia “stunted”. Sebagai akibatnya, produktivitas individu menurun
dan masyarakat harus hidup dengan penghasilan yang rendah.Stunting atau penurunan tingkat pertumbuhan
pada manusia utamanya disebabkan oleh kekurangan gizi. Lebih jauh lagi,
kekurangan gizi ini disebabkan oleh rusaknya mukosa usus oleh bakteri fecal yang mengakibatkan terjadinya gangguan
absorbsi zat gizi. Dengan demikian, peningkatan cakupan sanitasi dan perilaku
hygiene sebesar 99% dapat membantu menurunkan insiden diare sebesar 30% dan
menurunkan prevalensi stuntingsebesar
2,4%.
Sudah bukan rahasia lagi bahwa sanitasi buruk
mengakibatkan beragam dampak negatif, baik bagi kesehatan, ekonomi maupun
lingkungan. Saat ini, tantangan pembangunan sanitasi semakin berat dengan
adanya temuan bahwa sanitasi buruk mengakibatkan sebagian besar generasi
penerus bangsa terdiagnosa stunted.
Sanitasi buruk dan air minum yang terkontaminasi mengakibatkan diare yang
mengganggu penyerapan zat-zat gizi dalam tubuh. Akibatnya, anak-anak tidak
mendapatkan zat gizi yang memadai sehingga pertumbuhannya terhambat.
1.2.
Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang diatas maka yang
menjadi rumusan masalah bagaimana cara mencegah masalah stunting di pada anak
balita.
1.3.
Tujuan Penulisan
1.3.1.
Tujuan Umum
Untuk membrikan pengetahuan kepada sasaran
mengenai cara mencegah stunting pada balita.
1.3.2.
Tujuan Khusus
Memberikan informasi mengenai stunting yang
terdiri dari :
- Defenisi Stunting
- Penyebab stunting
- Faktor yang mempengaruhi trjadinya stunting
- Penilaian stunting secara antopometri
- Dampak stuntig
- Cara mencegah stunting
- Zat gizi mikro yang berperan untuk menghindari stunting (pendek)
- Pemfokusan tenaga kesehatan
- Usaha pemerintah dalam masalah stunting
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Defenisi Stunting
Stunting
merupakan istilah para nutrinis untuk penyebutan anak yang tumbuh tidak sesuai
dengan ukuran yang semestinya (bayi pendek). Stunting (tubuh pendek) adalah keadaan tubuh yang sangat pendek hingga
melampaui defisit 2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan populasi yang
menjadi referensi internasional. Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan
berdasarkan umur rendah, atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek
dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya (MCN, 2009). Stunted adalah
tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai
dengan terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan
kegagalan dalam mencapai tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak.
Stunted merupakan kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu
dan digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan
menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan
pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari
gizi yang tidak memadai dan atau kesehatan. Stunting merupakan pertumbuhan linier yang
gagal untuk mencapai potensi genetic sebagai akibat dari pola makan yang buruk
dan penyakit (ACC/SCN, 2000).
Stunting didefinisikan sebagai indikator status gizi TB/U sama dengan
atau kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) dibawah rata-rata standar atau keadaan dimana tubuh anak lebih
pendek dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya (MCN, 2009) (WHO, 2006). Ini adalah indikator
kesehatan anak yang kekurangan gizi kronis yang memberikan gambaran gizi pada
masa lalu dan yang dipengaruhi lingkungan dan keadaan sosial ekonomi.
2.2. Penyebab Stunting
Menurut beberapa penelitian, kejadian stunted pada anak
merupakan suatu proses kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak
dan sepanjang siklus kehidupan. Pada masa ini merupakan proses terjadinya
stunted pada anak dan peluang peningkatan stunted terjadi dalam 2 tahun pertama
kehidupan.
Faktor
gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi
terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan
menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga
bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan.
Anak-anak
yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan kurangnya asupan makanan
yang memadai dan penyakit infeksi yang berulang, dan meningkatnya kebutuhan
metabolic serta mengurangi nafsu makan, sehingga meningkatnya kekurangan gizi
pada anak. Keadaan ini semakin mempersulit untuk mengatasi gangguan pertumbuhan
yang akhirnya berpeluang terjadinya stunted (Allen and Gillespie, 2001).
Gizi buruk kronis (stunting) tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja seperti
yang telah dijelaskan diatas, tetapi disebabkan oleh banyak
faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama lainnnya.
Terdapat tiga faktor utama penyebab stunting yaitu sebagai berikut :
1. Asupan makanan tidak
seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam makanan yaitu karbohidrat,
protein,lemak, mineral, vitamin, dan air).
2. Riwayat berat badan
lahir rendah (BBLR),
3. Riwayat penyakit.
2.3 Faktor yang Mempengaruhi
Terjadinya Stunting
Beberapa
faktor yang terkait dengan kejadian stunted antara lain kekurangan energi dan
protein, sering mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak
sesuai dan faktor kemiskinan. Prevalensi stunted meningkat dengan bertambahnya
usia, peningkatan terjadi dalam dua tahun pertama kehidupan, proses pertumbuhan
anak masa lalu mencerminkan standar gizi dan kesehatan.
Menurut
laporan UNICEF (1998) beberapa fakta terkait stunted dan pengaruhnya antara
lain sebagai berikut :
1. Anak-anak
yang mengalami stunted lebih awal yaitu sebelum usia enam bulan, akan mengalami
stunted lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunted yang parah pada anak-anak
akan terjadi deficit jangka panjang
dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk belajar secara optimal di
sekolah, dibandingkan anak- anak dengan tinggi badan normal. Anak-anak dengan
stunted cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih sering absen dari sekolah
dibandingkan anak-anak dengan status gizi baik. Hal ini memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan anak
dalam kehidupannya dimasa yang akan
datang.
2. Stunted
akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembanangan anak. Faktor dasar yang
menyebabkan stunted dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan intelektual.
Penyebab dari stunted adalah bayi berat lahir rendah, ASI yang tidak memadai,
makanan tambahan yang tidak sesuai,
diare berulang, dan infeksi pernapasan. Berdasarkan penelitian sebagian besar
anak-anak dengan stunted mengkonsumsi makanan yang berada di bawah
ketentuan rekomendasi kadar gizi,
berasal dari keluarga miskin dengan jumlah keluarga banyak, bertempat tinggal
di wilayah pinggiran kota dan komunitas pedesaan.
3. Pengaruh
gizi pada anak usia dini yang mengalami stunted dapat mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan kognitif yang kurang.
Anak stunted pada usia lima tahun cenderung menetapsepanjang hidup, kegagalan
pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa remaja dan kemudian tumbuh
menjadi wanita dewasa yang stunted dan mempengaruhi secara langsung pada
kesehatan dan produktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak dengan BBLR. Stunted terutama berbahaya pada
perempuan, karena lebih cenderung menghambat dalam proses pertumbuhan dan
berisiko lebih besar meninggal saat melahirkan.
2.4. Penilaian Stunting secara Antropometri
Untuk menentukan stunted pada anak dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun. Antropometri merupakan ukuran dari tubuh, sedangkan antropometri gizi adalah jenis pengukuran dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut umur dan tingkatan gizi, yang digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan protein dan energi. Antropometri dilakukan untuk pengukuran pertumbuhan tinggi badan dan berat badan (Gibson, 2005).
Untuk menentukan stunted pada anak dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun. Antropometri merupakan ukuran dari tubuh, sedangkan antropometri gizi adalah jenis pengukuran dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut umur dan tingkatan gizi, yang digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan protein dan energi. Antropometri dilakukan untuk pengukuran pertumbuhan tinggi badan dan berat badan (Gibson, 2005).
Standar
digunakan untuk standarisasi pengukuran berdasarkan rekomendasi NCHS dan WHO.
Standarisasi pengukuran ini membandingkan pengukuran anak dengan median, dan
standar deviasi atau Z-score untuk usia dan jenis kelamin yang sama pada anak-
anak. Z-score adalah unit standar deviasi untuk mengetahui perbedaan antara
nilai individu dan nilai tengah (median) populasi referent untuk usia/tinggi
yang sama, dibagi dengan standar deviasi dari nilai populasi rujukan. Beberapa
keuntungan penggunaan Z-score antara lain untuk mengiidentifikasi nilai yang
tepat dalam distribusi perbedaan indeks dan perbedaan usia, juga memberikan
manfaat untuk menarik kesimpulan secara statistik dari pengukuran antropometri.
Indikator
antropometrik seperti tinggi badan menurut umur (stunted) adalah penting dalam
mengevaluasi kesehatan dan status gizi
anak-anak pada wilayah dengan banyak masalah gizi buruk.
Dalam menentukan klasifikasi gizi kurang dengan stunted sesuai dengan ”Cut off
point”, dengan penilaian Z-score, dan pengukuran pada anak balita berdasarkan
tinggi badan menurut Umur (TB/U)
Standar baku WHO-NCHS berikut (Sumber WHO 2006)
2.5.
Dampak Stunting
Stunting dapat
mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar menjadi
rendah dan tidak dapat melanjutkan sekolah. Bila mencari pekerjaan,
peluang gagal tes wawancara pekerjaan menjadi besar dan tidak mendapat
pekerjaan yang baik, yang berakibat penghasilan rendah (economic productivity hypothesis) dan tidak dapat
mencukupi kebutuhan pangan. Karena itu anak yang menderita stunting berdampak
tidak hanya pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas
dan prestasinya kelak setelah dewasa, sehingga akan menjadi beban negara.
Selain itu dari aspek estetika, seseorang yang tumbuh proporsional akan
kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya pendek.
Stunting
yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko meningkatnya angka
kematian, kemampuan kognitif, dan perkembangan motorik yang rendah serta
fungsi-fungsi tubuh yang tidak seimbang (Allen & Gillespie, 2001). Gagal
tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat
buruk pada kehidupan berikutnya dan sulit diperbaiki.
Masalah stunting
menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu panjang, yaitu kurang energi
dan protein, juga beberapa zat gizi mikro.
2.6.
Cara Mencegah Stunting
1.
Mencegah Stunting pada Balita
Berbagai upaya telah
kita lakukan dalam mencegah dan menangani masalah gizi di masyarakat. Memang
ada hasilnya, tetapi kita masih harus bekerja keras untuk menurunkan prevalensi
balita pendek sebesar 2,9% agar target MD’s tahun 2014 tercapai yang berdampak
pada turunnya prevalensi gizi kurang pada balita kita.
Dalam keadaan
normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur, namun
pertambahan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam
waktu singkat. Jika terjadi gangguan pertumbuhan tinggi badan pada balita, maka
untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan optimalnya masih bisa diupayakan,
sedangkan anak usia sekolah sampai remaja relatif kecil kemungkinannya.
Maka peluang besar untuk mencegah stunting dilakukan sedini mungkin.
dengan mencegah faktor resiko gizi kurang baik pada remaja putri, wanita usia
subur (WUS), ibu hamil maupun pada balita. Selain itu, menangani balita yang
dengan tinggi dan berat badan rendah yang beresiko terjadi stunting, serta
terhadap balita yang telah stunting agar tidak semakin berat.
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak
janin dalam kandungan dengan cara
melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil
harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi
(tablet Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir
hanya mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur 6
bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.
Ibu nifas selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi suplementasi zat gizi
berupa kapsul vitamin A. Kejadian stunting pada
balita yang bersifat kronis seharusnya dapat dipantau dan dicegah apabila
pemantauan pertumbuhan balita dilaksanakan secara rutin dan benar. Memantau
pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk
mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga dapat dilakukan
pencegahan terjadinya balita stunting.
Bersama dengan
sektor lain meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan dan penyediaan sarana
prasarana dan akses keluarga terhadap sumber air terlindung, serta pemukiman
yang layak. Juga meningkatkan akses keluarga terhadap daya beli pangan
dan biaya berobat bila sakit melalui penyediaan lapangan kerja dan peningkatan
pendapatan.
Peningkatan
pendidikan ayah dan ibu yang berdampak pada pengetahuan dan kemampuan dalam
penerapan kesehatan dan gizi keluarganya, sehingga anak berada dalam keadaan
status gizi yang baik. Mempermudah akses keluarga terhadap informasi dan
penyediaan informasi tentang kesehatan dan gizi anak yang mudah dimengerti dan
dilaksanakan oleh setiap keluarga juga merupakan cara yang efektif dalam
mencegah terjadinya balita stunting.
2.
Penanggulangan dan pencegahan Stunting
pada Bayi
a.
Penanggulangan stunting pada pertumbuhan bayi
Penanggulangan stunting yang paling efektif
dilakukan pada seribu hari pertama kehidupan, yaitu:
·
Pada ibu hamil
Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil
merupakan cara terbaik dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat
makanan yang baik, sehingga apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau
telah mengalami KurangEnergiKronis (KEK), maka perlu diberikan makanan
tambahan kepada ibu hamil tersebut. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet
tambah darah, minimal 90 tablet selama kehamilan. Kesehatan ibu harus tetap
dijaga agar ibu tidak mengalami sakit.
·
Pada saat bayi lahir
Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan
begitu bayi lahir melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai dengan
usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI Eksklusif).
·
Bayi berusia 6 bulan
sampai dengan 2 tahun
Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi
berumur 2 tahun atau lebih. Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, taburia,
imunisasi dasar lengkap.
·
Perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah tangga.
b. Pencegahan
stunting pada pertumbuhan bayi
·
Kebutuhan gizi masa
hamil
Pada Seorang wanita dewasa yang sedang
hamil, kebutuhan gizinya dipergunakan untuk kegiatan rutin dalam proses
metabolisme tubuh, aktivitas fisik, serta menjaga keseimbangan segala
proses dalam tubuh. Di samping proses yang rutin juga diperlukan energi dan
gizi tambahan untuk pembentukan jaringan baru, yaitu janin, plasenta, uterus
serta kelenjar mamae. Ibu hamil dianjurkan makan secukupnya saja, bervariasi
sehingga kebutuhan akan aneka macam zat gizi bisa terpenuhi. Makanan yang
diperlukan untuk pertumbuhan adalah makanan yang mengandung zat pertumbuhan
atau pembangun yaitu protein, selama itu juga perlu tambahan vitamin dan
mineral untuk membantu proses pertumbuhan itu.
·
Kebutuhan Gizi Ibu
saat Menyusui
Jumlah makanan untuk ibu yang sedang
menyusui lebih besar dibanding dengan ibu hamil, akan tetapi kualitasnya tetap
sama. Pada ibu menyusui diharapkan mengkonsumsi makanan yang bergizi dan
berenergi tinggi, seperti diisarankan untuk minum susu sapi, yang bermanfaat
untuk mencegah kerusakan gigi serta tulang. Susu untuk memenuhi kebutuhan kalsium
dan flour dalam ASI. Jika kekurangan unsur ini maka terjadi pembongkaran dari
jaringan (deposit) dalam tubuh tadi, akibatnya ibu akan mengalami kerusakan
gigi. Kadar air dalam ASI sekitr 88 gr %. Maka ibu yang sedang menyusui
dianjurkan untuk minum sebanyak 2–2,5 liter (8-10 gelas) air sehari, di samping
bisa juga ditambah dengan minum air buah.
·
Kebutuhan Gizi Bayi 0
– 12 bulan
Pada usia 0 – 6 bulan sebaiknya bayi cukup
diberi Air Susu Ibu (ASI). ASI adalah makanan terbaik bagi bayi mulai dari
lahir sampai kurang lebih umur 6 bulan. Menyusui sebaiknya dilakukan sesegara
mungkin setelah melahirkan. Pada usia ini sebaiknya bayi disusui selama minimal
20 menit pada masing-masing payudara hingga payudara benar-benar kosong.
Apabila hal ini dilakukan tanpa membatasi waktu dan frekuensi menyusui,maka
payudara akan memproduksi ASI sebanyak 800 ml bahkan hingga 1,5 – 2 liter
perhari.
·
Kebutuhan Gizi Anak 1
– 2 tahun
Ketika memasuki usia 1 tahun, laju
pertumbuhan mulai melambat tetapi perkembangan motorik meningkat, anak mulai
mengeksplorasi lingkungan sekitar dengan cara berjalan kesana kemari, lompat,
lari dan sebagainya. Namun pada usia ini anak juga mulai sering mengalami
gangguan kesehatan dan rentan terhadap penyakit infeks seperti ISPA dan diare
sehingga anak butuh zat gizi tinggi dan gizi seimbang agar tumbuh kembangnya
optimal. Pada usia ini ASI tetap diberikan. Pada masa ini berikan
juga makanan keluarga secara bertahap sesuai kemampuan anak. Variasi makanan
harus diperhatikan. Makanan yang diberikan tidak menggunakan penyedap, bumbu
yang tajam, zat pengawet dan pewarna. dari asi karena saat ini hanya asi yang
terbaik untuk buah hati anda tanpa efek samping
2.7. Zat Gizi Mikro yang Berperan untuk
Menghindari Stunting (Pendek)
a. Kalsium
Kalsium berfungsi dalam
pembentukan tulang serta gigi, pembekuan darah dan kontraksi otot. Bahan
makanan sumber kalsium antara lain : ikan teri kering, belut, susu, keju,
kacang-kacangan.
b. Yodium
Yodium sangat berguna
bagi hormon tiroid dimana hormon tiroid mengatur metabolisme, pertumbuhan dan
perkembangan tubuh. Yodium juga penting untuk mencegah gondok dan kekerdilan.
Bahan makanan sumber yodium : ikan laut, udang, dan kerang.
c. Zink
Zink berfungsi dalam
metabolisme tulang, penyembuhan luka, fungsi kekebalan dan pengembangan fungsi
reproduksi laki-laki. Bahan makanan sumber zink : hati, kerang, telur dan
kacang-kacangan.
d. Zat Besi
Zat besi berfungsi dalam
sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan otak, dan metabolisme energi. Sumber zat
besi antara lain: hati, telur, ikan, kacang-kacangan, sayuran hijau dan
buah-buahan.
e. Asam Folat
Asam folat terutama
berfungsi pada periode pembelahan dan pertumbuhan sel, memproduksi sel darah
merah dan mencegah anemia. Sumber asam folat antara lain : bayam, lobak,
kacang-kacangan, serealia dan sayur-sayuran.
2.8.
Pemfokusan Tenaga Kesehatan
Hal yang menjadi
pemfokusan adalah menurunkan prevalensi pendek. Jika kita berhasil menurunkan
prevalensi pendek (TB/U) 1% akan diikuti penurunan prevalensi berat kurang
(BB/U) 0,5%, sehingga pada untuk tahun 2011-2014 dengan penurunan 4% prevalensi
balita pendek dapat menurunkan 2% prevalensi balita berat kurang. Artinya pada
tahun 2015, target MDG’s prevalensi balita pendek sebesar 32% dapat tercapai,
karena kita berhasil menurunkan 35,6% menjadi 31,6%.
2.9.
Usaha Pemerintah dalam Masalah Stunting
Selama ini
pemerintah sudah berusaha mengurangi Gizi buruk, terutama pertumbuhan yang
terhambat, merupakan sebuah masalah kesehatan masyarakat yang utama di
Indonesia. Untuk mengatasi tantangan itu, UNICEF mendukung sejumlah inisiatif
di tahun 2012 untuk menciptakan lingkungan nasional yang kondusif untuk gizi.
Ini meliputi peluncuran Gerakan Sadar Gizi Nasional (Scaling Up
Nutrition – SUN) dan mendukung pengembangan regulasi tentang pemberian
ASI eksklusif, rencana nasional untuk mengendalikan gangguan kekurangan iodine,
panduan tentang pencegahan dan pengendalian parasit intestinal dan panduan
tentang suplementasi multi-nutrient perempuan dan anak di Klaten, Jawa Tengah.
Manajemen masyarakat tentang gizi buruk akut
dan pemberian makan bayi dan anak menjelma menjadi sebuah paket holistic untuk
menangani gizi buruk, sementara pengendalian gizi anak dan malaria ditangani
bersama untuk mencegah pertumbuhan yang terhambat (stunting) (Laporan
Tahuna Unicef Indonesia, 2012).
Untuk membantu pemerintah dalam
melakukan perbaikan gizi pada balita Stunting, menurut
Unicef Indonesia perhatian khusus harus diberikan pada:
- Penciptaan dan penguatan mekanisme koordinasi nasional dan daerah untuk mengimplementasikan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi, dan untuk melakukan koordinasi dengan sektor-sektor non-gizi.
- Pengembangan, pemantauan dan penegakan peraturan nasional untuk mengawasi pemasaran produk pengganti ASI.
- Revisi standar minimal pelayanan kesehatan untuk mencakup aksi-aksi dan sasaran gizi,seperti aksi-aksi yang berhubungan dengan konseling gizi, makanan pendamping ASI dan gizi ibu.
- Penguatan sistem informasi kesehatan untuk meningkatkan keandalan data, promosi pengawasan suportif terhadap program kesehatan dan gizi, dan promosi penggunaan data oleh petugas kesehatan secara terus-menerus untuk meningkatkan dampak program.
- Penguatan program fortifikasi pangan nasional dengan memperbarui standar fortifikasiuntuk terigu, pengharusan fortifikasi minyak, dan peningkatan penegakan legislasi yang ada; tentang iodisasi garam.
- Implementasi langkah-langkah untuk merekrut, mengembangkan dan mempertahankan ahli gizi yang memenuhi syarat, termasuk insentif bagi mereka yang bekerja di daerah-daerah yang kurang terlayani.
BAB III
KESIMPULAN
Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah,
atau keadaan dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak
lain seusianya (MCN, 2009).
Stunted adalah tinggi
badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai dengan
terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai
tinggi badan yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunted merupakan
kekurangan gizi kronis atau kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan
sebagai indikator jangka panjang untuk gizi kurang pada anak.
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan
menurut umur yang mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca
persalinan dengan indikasi kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi
yang tidak memadai dan atau kesehatan.
Faktor
gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil
dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine growth
retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami
gangguan pertumbuhan dan perkembangan.Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian
stunted antara lain kekurangan energi dan protein, sering mengalami penyakit
kronis, praktek pemberian makan yang tidak sesuai dan faktor kemiskinan.
Untuk
menentukan stunted pada anak dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran
tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun.
Antropometri merupakan ukuran dari tubuh, sedangkan antropometri
gizi adalah
jenis pengukuran dari beberapa bentuk tubuh dan komposisi tubuh menurut umur
dan tingkatan gizi, yang digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan protein
dan energi. Anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang
lebih pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya
kelak setelah dewasa, sehingga akan menjadi beban negara. Selain itu dari aspek
estetika, seseorang yang tumbuh proporsional akan kelihatan lebih menarik dari
yang tubuhnya pendek.
Kejadian balita stunting dapat
diputus mata rantainya sejak janin dalam kandungan dengan cara melakukan
pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil harus
mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet
Fe), dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya
mendapat ASI saja sampai umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur 6 bulan
diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu
nifas selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi suplementasi zat gizi
berupa kapsul vitamin A.
DAFTAR
PUSTAKA
Laporan Tahuna Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Kesehatan Unicef Indonesia.Oktober
2012.
Laporan Tahunan Indonesia. 2013. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan
Dasar 2013.